Antara Aku, Kau, Banser dan Uztadz Khalid Basalamah

Beberapa hari belakangan, kita sempat dihebohkan dengan peristiwa penolakan ceramah yang diberikan oleh Ustadz Khalid Basalamah.

Banyak komentar dan pendapat. Ada yang mendukung penolakan tersebut ada pula yang tidak setuju dengan hal tersebut. Peristiwa tersebut membuat obrolan di Giras Pojok daerah Gubeng sedikit memanas. Bukan karena peristiwa tersebut, tapi karena memang hawa Surabaya yang lagi sumuk-sumuknya.

Cak Sodik tetap bersikukuh bahwa penolakan yang dilakukan oleh Banser itu hal yang patut untuk didukung. Oh ya, by the way, ada yang tahu Banser? Hah, gak tahu? Kampungan! Banser itu setingkat di bawah kodim, setingkat di atas hansip. Paham?

Enggak ding, Guyon…..

Ngapain juga mbahas Banser? Yang perlu dibahas adalah tindakan penolakan yang dilakukan oleh Banser terhadap ustadz Khalid Basalamah itu.

“Banser itu wes Top! Bener!!. Ustadz kayak gitu itu harus ditolak ceramahnya. Gak masuk blas ceramahnya. Biar dia tahu rasanya ditolak. Ditolak Banser untuk memberi ceramah  itu gak ada apa-apanya di bandingkan ditolak perempuan yang sudah kita PDKT bertahun-tahun, ternyata dianya gak peka, kena PHP dan dianya jadian sama laki-laki lain. Kan Asu” kata Cak Sodik.

Ning Romlah yang duduk dihadapan hidung Cak Sodik ini malah kontra pendapat dengan pendapat Cak Sodik.

“Semua orang berhak untuk menjalakan  ibadah dan kepercayaanya Cak. Tidak bisa seenaknya dilarang-larang. Emang Banser itu siapa? Polisi bukan, tentara bukan, pacar bukan, pasangan hidup juga bukan, kok melarang-larang. Jangan-jangan banser itu pasukan bukan-bukan?”

“Lho Ning, Sampean lupa? Banser itu setingkat di bawah kodim, setingkat di atas hansip!! Jangan Macem-macem sama Banser. Cuma Banser yang mau ikut-ikutan mengamankan Gereja pas natalan, kegiatan kemanusiaanya juga luar biasa”

“Terserah Cak. Sampean ancen mbencekno! Tapi yang pasti, Banser bukan aparatur negara. Mereka tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Ini negara hukum.  Segala tindakan ada prosedurnya,tidak boleh sembarangan, ada mekanisme dan jalurnya. Tindakan yang gini ini yang bikin perpecahan dan pertumpahan darah antar sesama umat Islam. Ini  melanggar HAM” sanggah Ning Romlah

Cak Sodik langsung menjawab, “Aku memang Mbencekno tapi ngangen’o toh?  Ning, coba sampean sruput dulu kopinya, Ning tadi ngomong tentang HAM. Ning ini lupa ya,  kalau tindakan Banser itu juga bentuk dari HAM. Banser punya hak untuk berpendapat, berekspresi. Banser punya tanggung jawab moral dan sosial kepada Indonesia agar tetap damai, gak dirusak oleh tindakan dan ujaran Ustadz Khalid Basalamah. Ini lama-lama bisa kayak Ahok, masuk ke pasal Penistaan Agama, Penodaan Agama. Tindakannya gak bisa terus-terus dibiarkan, bisa-bisa dia yang  menjadi pemicu pemecah belah bangsa. Masak sedikit-sedikit dilarang, sedikit-sedikit neraka, sedikit-sedikit kafir, sedikit-sedikit Bid’ah,sedikit-sedikit haram, sedikit-sedikit gak ada dalilnya, nabi dulu gak pernah gini lah, ini gak boleh lah, itu gak boleh lah”

“Loh, Cak Sodik ini gimana toh?  Itu kan perkara keyakinan pribadi. Urusan itu kan urusan private Manusia dengan Tuhannya masing-masing. Gak perlulah diperkarakan lebih jauh. Kalau Cak Sodik gak setuju ya sudah. Gak usah diikuti. Take it or leave it lah Cak. Begitu juga dengan si Uztadz ini, kalau dia gak setuju dengan apa yang dilakukan oleh golongan Islam tertentu karena dasar A dan dasar B  ya sudah, gak usah diperpanjang. Harus sama-sama saling berendah hati” Saut Ning Romlah

“Tindakan Banser ini malah akan membuat Banser masuk kelubang yang dia gali sendiri. Kalaupun Banser tidak setuju dengan si Ustadz itu ya mbok diutarakan dengan baik-baik, dengan diskusi, bukan asal main tolak-menolak, dan asal boikot dan main usir seperti itu. Tindakan itu malah bisa memperuncing permusuhan dan mengkotak-kotak umat Islam. Umat Islam Indonesia ini sudah luar biasa terkotak-kotak kok malah diperparah.  Mbok yo wes. Sampean gak mau kan kejadian kayak saudara muslim penganut syiah di Madura itu terulang kembali yang sampai kini gak ada penyelesaiannya, atau muslim di Rohingya itu terjadi di Indonesia? Apa mau sampean tiba-tiba diusir oleh  Muslim golongan lain karena kalian tidak sepemahaman dan segolongan?” tambah Ning Romlah

Dengan menarik nafas panjang, Cak Sodik mengambil secangkir kopi yang ada didepannya dan diminum kopi panas tersebut perlahan-lahan.

“Hmmm,….. bener juga sampean Ning. Sampean ini memang mencerahkan, secerah wajah sampean malam ini ning. Kalau misal  gak setuju ya sudah sebenarnya ya? Si Ustadz itu juga sebenarnya juga gak perlu menunding-nuding keras bahwa ini sesat, itu kafir, ini Bid’ah. Kalau si ustadz itu gak setuju ya sudah. Jangan malah digembar-gemborkan, memanas-manasi dan menuding-nuding secara  menjadi-jadi dan merasa apa yang dia pahami adalah seolah-olah paling benar dan yang lain selain dia adalah salah” kata Cak Sodik

“Nah, itu sampean paham Cak, Kalau sampean ini dituding-tuding kafir atau merasa dituding  dan dianggap sesat ya gak usah marah sebenarnya. Lah wong kita ini diciptakan untuk hidup nyasar-nyasar dan nabrak-nabrak. Mangkanya disetiap rakaat sholat, Allah selalu mewajibkan membaca ‘Ih dinnas Shirotol Mustaqim’, Tunjukilah  aku jalan yang lurus dan benar. Inikan sebah kalimat yang menunjukan bahwa kita ini setiap saat memang tersesat dan belum pasti benar. Ini ayat yang mengajarkankan untuk selalu rendah hati terhadap segala hal, termasuk ilmu pengetahuan, agama dan keyakinan. Jangan Sok.” Kata Ning Romlah

“Setuju Ning. Sebenarnya kalaupun kita ini dikafir-kafirkan tinggal niru ajarannya Gus Dur aja” Ujar Cak Sodik

“Ajaran apa itu?”

“Itu loh, Kalau kamu atau kita ini dikafir-kafirkan orang lain tenang aja,  gak usah marah-marah. Tinggal baca Syahadat lagi kan beres. Gitu aja kok repot” Jawab Cak Sodik

“Hahaha….Oh, nggaplek’i ancene sampean iki Cak. Sampean ini lucu yo ternyata. Tapi itu tadi semua ya pendapatku pribadi lho cak. Bisa salah bisa juga benar”

“Iyo ning, tadi itu juga pendapatku. Bisa salah, bisa benar”

“Sampean iki wes ayu pinter sisan. Baru kali ini ada perepmpuan yang mengatakan ‘Aku bisa salah’. Ini jarang terjadi. Jadian ae maren Neng, yaopo??”

“Lho, yo ayo cak.”

Akhirnya mereka berdua memutuskan pulang dari Giras Pojok dan dua hari berikutnya Cak Sodik melamar Neng Romlah, dan bulan depannya mereka menikah.

Happy Ending………….

 

 

 

Tinggalkan komentar